Tugu Khatulistiwa Pontianak di bangun pada tahun 1928 oleh tim Exspedisi Geograpi Internasional yang di pimpin oleh seorang ahli Geograpi berkebangsaan Belanda, yang dilakukan secara Astronomi, artinya bahwa Pengukuran yang mereka Lakukan tanpa mempergunakan alat yang canggih seperti satelit atau GPS, mereka hanya berpatokan pada Garis yang tidak Smooth (garis yang tidak rata / bergelombang) serta berpatokan benda-benda alam seperti, rasi bintang (Ilmu Falaq).
Tugu Khatulistiwa yang asli terbuat dari kayu Belian (kayu Besi, atau kayu ulin) terdiri dari empat tonggak yang mana 2 buah tonggak bagian depan dengan tinggi 3,05 Meter dari permukaan tanah, dan 2 buah tonggak bagian belakang dengan tinggi 4,40 meter dari permukaan tanah. Keterangan symbol berupa anak panah menunjukan arah utara – selatan (lintang 0`derajat). Keterangan symbol berupa flat lingkaran yang bertuliskan EVENAAR yang artinya Khatulistiwa (bahasa Belanda) menunjukan belahan garis khatulistiwa atau batas utara dan selatan. Sedangkan plat dibawah arah panah ditulis 109°20’0”0LvGR artinya garis khatulistiwa di Kota Pontianak bertepatan dengan 109° garis bujur timur 20 menit 00 detik GMT.
Tugu khatulistiwa mempunyai beberapa tahap penyempurnaan yang dimulai dari tahun 1928 yaitu tahun 1930 yang disempurnakan adalah tonggak, lingkaran beserta tanda panah. Tahun 1938 disempurnakan lagi oleh arsitek Silaban adalah Lingkaran. Pada tahun 1990-1991 dibangun Duplikat/replika Tugu Khatulistiwa serta bangunan pelindung yang di bangun secara permanent berbentuk Kubah dan di resmikan pada tanggal 21 September 1991 Oleh Gubenur Kalimantan Barat Parjoko Suryo Kusomo.
Garis khatulistiwa membentang melingkari tengah-tengah dan membelah bumi menjadi 2 (dua) belahan yang sama yaitu Belahan Utara dan Belahan Selatan. Garis khatulistiwa melewati beberapa kota di Provinsi Kalimantan Barat, yakni : Sekadau, Nanga Dedai dan beberapa provinsi di Indonesia, di antaranya: 1. Provinsi Sumatra Barat. 2. Provinsi Riau. 3. Provinsi Kalimantan Tengah. 4. Provinsi Kalimantan Timur. 5. Provinsi Sulawesi Tengah. 6.Provinsi Maluku 7. Provinsi Irian Jaya. Selain itu juga garis khatulistiwa tersebut melintasi 5 (lima) Negara di Benua Afrika, yakni : Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan Somalia. Di Amerika latin, Garis Khatulistiwa melintasi 4 (empat) Negara, yakni : Equator, Peru, Colombia dan Brazil.
Dalam kenyataannya Bumi selain berputar pada sumbunya (Rotasi) ,juga Berevolusi mengelilingi Matahari dengan periode satu tahun (365,seperempat hari). Dengan adanya Rotasi tersebut, maka terjadi siang dan malam, dan dengan adanya revolusi bumi, maka timbul perubahan musim. Dalam 1 (satu) tahun, matahari melintasi garis Khatulistiwa sebanyak 2 (dua) kali, yakni : antara tanggal 21-23 Maret yang bergerak ke arah Utara dan antara 21-23 September bergerak kearah selatan. Kulminasi merupakan suatu kejadian, dimana matahari tepat berada di Garis Khatulistiwa.
Pada siang hari terjadi kulminasi atas, yaitu bila pusat matahari benar-benar berada di Garis Khatulistiwa. Sedangkan kulminasi bawah terjadi bila pusat matahari berada di Garis Bujur di balik belahan bumi utara dan selatan. Bagi kita yang berada di Garis Khatulistiwa, matahari akan tampak di atas kepala, kulminasi atas, terjadi sekitar tanggal 21-23 Maret dan tanggal 21-23 September. Titik balik selatan terjadi sekitar tanggal 21 Desember dan titik balik utara terjadi sekitar tanggal 21 Juni. Titik perpotongan antara pusat matahari dengan Garis Khastulistiwa pada tanggal 21-23 Maret yang di sebut Vermal Equinox atau (awal Musim Semi). Untuk perpotongan yang terjadi pada tanggal 21-23 September di sebut Autum Equinox (awal Musim Gugur).
Ciri Khas Khatulistiwa :
1. Curah hujan yang tinggi
2. Suhu dan Temperatur Tinggi
3. Sinar matahari menyinari terus menerus sepanjang masa. (melimpah).
Kemudian tahun 2005 pada bulan Maret, posisi Tugu Khatulistiwa di Koreksi kembali oleh tim dari BPPT yang berkerja sama dengan Pemerintah Kota Pontianak Secara satelit, ternyata terdapat perbedaan ±117 m dari posisi yang asli kearah selatan Khatulistiwa. Perbedaan itu terjadi karna factor akurasi alat dan cara yang di gunakan pada waktu dulu dan sekarang. Menurut ahli Geologi, Bumi itu mengalami pergeseran secara alami sebanyak ± 1 mm, apalagi kalau terjadi gempa akan semakin besar pergeserannnya. Jadi perbedaan antara Pengukuran Astronomi (Ilmu Falaq) dan Satelit tidaklah perlu kita perdebatkan, kita harus menghargai perbedaan dan jerih payah orang-orang terdahulu sebelum pengukuran secara satelit di temukan. Yang harus kita lakukan sekarang adalah memelihara dan melestarikan asset yang sangat berharga ini agar tidak hilang di makan jaman serta demi untuk generasi yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar